keajaiban islam

Bukti Obama Yahudi/ Zionis

Senin, 01 Maret 2010

Manhaj Da'wah

Manhaj Dakwah Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam
Posted on Agustus 4, 2007 by abuzubair

Manhaj Dakwah Nabi Shalallahu ‘alaihi Wassalam Kesemarakan dakwah di berbagai lapisan masyarakat dengan beragam media pada zaman sekarang cukup menggembirakan. Semuanya berusaha untuk menuju kejayaan dan mengentaskan umat dari keterpurukan. Namun, sudah benarkah metode dakwah yang kita saksikan selama ini? Bagaimana metode dakwah yang sesuai dengan petunjuk Rabbul Alamin yang dipraktekan oleh para rasul dan penerus perjuangan mereka? Bekal apakah yang harus kita miliki untuk mencontoh mereka? Tanda Tanya diatas mencoba untuk mengetuk hati kita guna mengoreksi dan introspeksi lalu memperbaiki diri.

Pada kesempatan ini kita akan mengkaji satu hadist yang semoga dapat membantu untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas dan mencairkan hati yang keras.

Dari Ibnus Abbas radhiallahu anhu berkata, “tatkala Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengutus Mu’adz ke Yaman, beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda kepedanya, “Sesungguhnya engkau akan mendatangi suatu kaum dari kalangan ahli kitab, maka jadikanlah dakwah pertama kalimu tentang Syahadat Laa Ilaaha Illalloh. Apabila mereka menerimanya, maka kabarkanlah pada mereka bahwa Allah mewajibkan atas mereka shalat lima waktu sehari semalam. Apabila mereka telah mentaatimu, maka kabarkanlah pada mereka bahwa Alloh mewajibkan atas mereka zakat yang di ambil dari harta orang-orang kaya dari mereka lalu diserahkan kepada fakir miskin di antara mereka. Dan janganlah mengambil harta kesayangan mereka dan hati-hatilah dari doa orang yang terzhalimi, sebab tidak ada penghalang antara Alloh dan doanya (doanya mustajab)” (HR. Bukhari, Muslim, Abu Dawud dll, hadits ini shahih)

BIOGRAFI SINGKAT PERAWI HADITS

Beliau adalah Abul Abbas, Abdullah bin Abbas bin Abdul Muthalib bin Hasyim bi Abdu Manaf Al Qurasyi AL Hasyimi radhiallahu anhuma, sepupu Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Lahir tiga tahun sebelum hijriah dan khitan ketika Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam wafat. Beliau berwajah tampan, berkulit putih dan berparas tinggi. Beliau di juluki AL Bahr (Laut) disebabkan keluasan ilmunya. Beliau pernah didoakan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, “ Ya Allah, anugerahkanlah pemahaman agama baginya dan ilmu tafsir.” (Lihat Mu’jam Shohabah 3/1700 oleh AL Ashfahani, Usdul Ghobah 3/260 Ibnu Atsir).

Imam Dzahabi rahimahullah berkata dalam Ma’rifah Al Qurro’ Al Kibar 1/46,”Dan Manaqib (keistimewaan) Ibnu Abbas banyak sekali, keluasan ilmunya sangat luar biasa, tak seorang pun lebih alim darinya pada masanya. Beliau wafat di Thaif tahun 68 H dan dishalati oleh Muhammad bin Hanafiyyah seraya mengatakan, “Pada hari ini telah wafat robbani ummah (pendidik umat).”

PENJELASAN HADITS

Hadits ini sangat agung sekali, mengandung faedah dan ilmu yang sangat banyak sekali. Namun penulis hanya akan menukil sebagian saja, khususnya yang berkaitan tentang dakwah dan aqidah.

“Dari Ibnu Abbas berkata,’Tatkala Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengutus Muadz ke Yaman…”

Dalam penggalan hadits ini ada beberapa faedah:

1. Pentingnya dakwah

Penyebaran ilmu syar’i dapat dilakukan dengan berbagai wasilah yang disyariatkan, diantaranya adalah dengan pengutusan para da’i ke masyarakat, baik di kota maupun di desa. Alloh berfirman:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”

Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga berkata pada Ali bin Abi Thalib radhiallahu anhu,

“Allah memberikan hidayah kepada seorang saja lewat perantaramu itu jauh lebih baik daripada unta-unta merah (harta kesayangan orang Arab).” (HR.Bukhari,Muslim)

Dan alangkah indahnya icapan Ibnu Hazm,

Harapanku terhadap dunia adalah

Ilmu yang kutebarkan di pelosok kota dan desa

Mengajak manusia kembali kepada Al Qur’an dan As Sunnah

Dimana saat ini banyak orang yang melupakannya.

2. Keutamaan sahabat Muadz bin Jabal radhiallahu anhu

Beliau mempunyai kedudukan yang tinggi pada diri Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Beliau pernah bersabda, “Wahai Muadz, demi Allah saya mencintaimu.” Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam juga pernah memboncengnya. Dan diantara keistimewaannya juga apa terkandung dalam hadist ini, dimana Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengutusnya sebagai mubaligh, da’i mufti dan hakim ke negeri Yaman. Dan masih banyak lagi keistimewaannya sebagaimana dikatakan oleh Al Hafidz Ibnu Hajar dalam AL Ishobah 6/107.

3. Kejernihan hati para sahabat

Hal ini nampak nyata pada diri sahabat Ibnu Abbas radhiallahu anhuma tatkala menyebutkan keutamaan ini bagi Muadz dan tidak menyembunyikannya, bahkan lebih jelas lagi ucapan Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu, “sesungguhnya Muadz adalah seorang hamba yang khusyu’ dan taat kepada Alloh, lurus dan tidak termasuk orang-orang yang musyrik. Sifat yang serupa dengan Nabi Ibrahim .” (Hilya Auliya 1/230)

Demikian keadaan para sahabat, sehingga sebagaimana kata Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Minhajus Sunnah 6/364 bahwa mereka adalah manusia yang kuat persatuaannya dan paling jauh dari perpecahan. semoga hal ini menjadi cermin bagi para da’i ila Alloh, agar mereka saling mencintai dan tidak merasa sesak dada untuk menyebut keutamaan saudaranya hanya takut hina dan perasaan gengsi di depan masyarakat atau muridnya.

4. Pentingnya ilmu syar’i dalam berdakwah

Ilmu merupakan syarat utama dan bekal pertama dalam dakwah. Maka orang yang jahil tidak pantas dan tidak boleh terjun berdakwah, karena merusaknya akan lebih banyak daripada memperbaikinya.. Segi pendalilannya, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tidaklah memilih sembarangan orang dari Badui dan sejenisnya tetapi memilih diantara sahabatnya yang telah mantap ilmunya seperti Muadz bin Jabal radhiallhu anhu. Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda, “Muadz bin Jabal adalah manusia yang paling alim tentang ilmu halal dan haram.” (HR. Abu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya 1/328 dan dishahihkan oleh Al Albani). Demikian pula Abu Mus Al Asy’ari, Ali bin Abi Thalib dan lain-lain.

Sungguh merupakan musibah besar bila dakwah yang begitu mulia diserahkan kepada setiap orang sebagaimana banyak kita jumpai di negeri kita, dimana artis dan pelawak pun boleh ikut serta, bebas berbicara tentang agama yang mulia ini. Inna lillahi wa inna Ilaihi raji’un.

Sungguh Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Apabila suatu perkara diserahkan kepada orang yang bukan ahlinya, maka tunggulah hari kiamat tiba.” (HR. Bukhari)

Al Hafidz Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Bari 3/419, “Pengutusan Muadz ke Yaman adalah pada tahun ke sepuluh sebelum hajinya Nabi sebagaimana disebutkan oleh Imam Bukhari. Para ulama bersepakat bahwa Muadz tetap tinggal di Yaman hingga datang masa Abu Bakar kemudian pergi menuju Syam dan wafat disana.” (lihat Mu’jam Buldan 6/226).

“Sesungguhnya engkau aka mendatangi suatu kaum dari kalangan Ahli kitab.”

Dalam penggalan hadits ini ada beberapa faedah:

1. Pentingnya wasiat kepada orang yang hendak bepergian

2. Ahli kitab yakni Yahudi dan Nasrani, karena mereka di Yaman berjumlah mayoritas di bandingkan orang-orang musyrikin Arab. (Al Mufhim 1/181 oleh Imam Al Qurthubi).

3. Pengetahuan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tentang keadaan manusia, situasi dan kondisi mereka.

Hal ini bisa jadi lewat wahyu dari Alloh atau penglaman. (Al Qaulul Mufid 1/132 oleh Ibnu Utsaimin)

4. Hendaknya bagi seorang da’i untuk mengetahui keadaan masyarakat yang akan di dakwahi.

Syaikh Ibnu Utsaimin berkata, “Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengabarkan Muadz demikian agar dia mengetahui keadaan orang yang akan dia dakwahi dan bersiap-siap untuk menghadapi mereka. Jadi seorang da’i harus mengetahui situai, kondisi serta tingkatan pengetahuan mereka dalam ilmu serta dialog sehingga dia bersiap-siap dan memenangkan AL Haq lewat tangannya. Janganlah kamu kira bahwa ahli batil tidak memiliki argumentasi dan bahwasanya mereka satu tingkatan dalam ilmu. (Zadu Da’iyyah hal 12- As Shaid Tsamin Fi Rosail Ibnu Utsaimin 1/12).

5. Hendaknya seorang muslim menguasai ilmu syar’i yang mapan sebagai pelindung baginya dari berbagai syubhat yang ditiupkan oleh para penyebar kesesatan.

Alangkah bagusnya ucapan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah tatkala menasehati muridnya Ibnul Qoyyim rahimahullah,”Janganlah kamu jadikan hatimu terhadap syubhat seperti spon yang menyerapnya serta merta, tetapi jadikanlah hatimu seperti kaca yang kuat, hingga tatkala syubhat lewat mampir padanya, dia dapat melihat dengan kejernihannya dan mengusir dengan kekuatannya. Namun bila engkau jadikan hatimu menyerap setiap syubhat, maka dia akan menjadi sarang syubhat.”

Ibnul Qoyyim berkomentar,”Saya tidak mengetahui suatu wasiat yang lebih berharga bagiku dalam memerangi syubhat daripada wasiat ini.” (Miftah Dar Sa’adah 1/443). Dan camkanlah baik-baik dalam hatimu bahwa,”Hati itu lemah, sedangkan syubhat kencang menerpa” sebagaimana nasehat para ulama kita. (Suyar A’lam Nubala 7/261)

6. Pentingnya tugas menyingkap syubhat bagi seorang yang dikaruniai ilmu

Syaikh Shaleh bin Abdul Aziz Alu Syaikh berkata, “Menyingkap syubhat termasuk pokok syari’at Islam dan kewajiabn yang sangat agung, karena Allah membantah orang-orang musyrikin dalam Al Qur’an dan menyingkap syubhat-syubhat mereka. Allah berfirman:

“Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima maka bantahan mereka itu sia-sia saja, disisi Tuhan mereka. Mereka mendapat kemurkaan dan bagi mereka azab yang sangat keras.” (QS. As Syura:16)

Seandainya tidak ada yang menunaikan tugas ini, niscaya kebenaran akan tercampur dengan kebatilan sehingga menyesatkan manusia. Oleh karena inilah, Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam mengutus Muadz bin Jabal radhiallahu anhu ke Yaman dengan tujuan untuk membongkar syubhat-syubhat mereka. (Syarah Kasyfu Subhat hal 17).

“Maka jadikanlah dakwah pertama kalimu tentang syahadat Laa Ilaaha Illallah”

Dalam penggalan hadits ini ada beberapa faedah;

1. Prioritas utama dan pertama dalam berdakwah adalah perbaikan tauhid dan aqidah umat.

Inilah manhaj dakwah yang ditempuh oelh para rasul semenjak Nabi Nuh ‘Alaihis Salam hingga Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Allah berfirman:

“Dan sesungguhnya kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),’Sembahlah Alloh saja dan jauhilah Thaghut.’” (QS. An Nahl :36)

Alloh juga berfirman:

“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, maliankan Kami wahyukan kepadanya; bahwasanya tidak ada Ilah yang haq melainkan Aku , maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.” (HR.Al Anbiya:25)

Allah juga mengkabarkan tentang dakwah Nabi Nuh, Hud, Shaleh, Syu’aib, ternyata dakwah mereka satu yaitu,

“Hai kaumku, sembahlah Alloh, sekali-kali tiada tuhan bagimu selain Dia.” (QS. Hud:50,61,84)

Tidak kita jumpai dalam sejarah seorang Nabi yang memulai dakwahnya dengan politik, perang, tasawuf, filsafat dan lainnya. Maka inilah cirri utama dakwah yang benar yaitu memprioritaskan tauhid pada umat serta memberantas syirik dari hati manusia, Karen atauhid mereupakan pokok kemashlahatan, apabila hati manusia telah subur dengan tauhid maka syari’at-syari’at lainnya akan dia terima secara mudah. Demikian pula sebaliknya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda:

“Ketahuilah bahwa dlama diri manusia terdapat sekerat daging, apabila baik maka seluruh jasad menjadi baik, dan apabila rusak maka seluruh jasad pun rusak, ketahuilah itu adalah hati.” (HR. Bukhari, Muslim).

Anehnya pada zaman sekarang dakwah tauhid dianggap oelh banyak orang dengan dakwah pemecah belah umat, ketinggalan zaman dan sebagainya. Hanya kepada Alloh lah kita mengadukan semua ini.

2. Hakekat tauhid adalah Laa ilaha Illallah

Semua aktivis dakwah merasa bahwa mereka telah mendakwahkan tauhid dan memahami kandungan kalimat Laa ilaaha Illallah padahal kenyataannya mereka masih terjerembab dalam belenggu kesyirikan. Oleh karenanya, kita harus memahami masalah penting ini secara benar.

Hadits ini banyak riwayat dengan lafadz ilaa ayyasyhadu allaa ilaaha illallah, dan telah shahih pula lafadz yg lainnya seperti ayyuwahhidullah dan ayya’budullah. semua lafadz ini tidaklah kontrakdisi, bahwa saling menafsirkan dan menyempurnakan, karena makna “Laa ilaha illallah” adalah mengesakan Alloh, dalam segala macam bentuk ibadah kepada Alloh dan tidak menyekutukannya degan sesuatu pun. Inilah hakekat tauhid yang merupakan hikmah diciptakannya manusia dan diutusnya para rasul, diturunkannya kitab-kitab dan seterusnya.

Maka bukanlah makna laa ilaaha illallah hanya sekedar membacanya, sekalipun ribuan kali, atau dengan mengartikannya “Tiada pencipta selain Allah” karena orang-orang musyrik dahulu pun sudah meyakini bahwa tidak ada pencipta selain Alloh tetapi dengan keyakinan itu belum menjadikan mereka menjadi muslim. Allah Ta’ala berfirman:

“Dan sunnguh jika kamu tanay kepada mereka,’Siapa yang menciptakan langit dan bumi?’niscaya mereka akan menjawab,’Semua diciptakan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (QS Az Zukhruf:9)

Perselisihan para rasul dengan kaumnya bukanlah dalam masalah siapa yang menciptakan langit dan bumi serta alam semesta, tetapi dalam masalah memurnikan/ mengikhlaskan ibadah seperti berdo’a, istighosah, menyembelih dan sebagainya dan tidak menyekutukan Alloh sekalipun kepada makhluk yang paling mulia seperti malaikat, nabi , orang shalih dan lainnya.

“Apabila mereka menerimanya….”

Dalam penggalan ini terdapat faedah diantaranya bahwa seorang da’i hendaknya bertahap dalam berdakwah. Dimulai dari yang paling penting kemudian yang penting kemudian tahap berikutnya. Inilah manhaj Al Qur’an yang diajarkan kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan menjadi pelajaran bagi kita sebagai umatnya.

‘Aisyah radhiallahu anha pernah mengatakan,” Sesungguhnya surat yang pertama kali turun adalah berbicara tentang surga dan neraka, sehingga tatkala manusia telah menerima Islam maka turunlah syari’at halal dan haram. Seandainya yang pertama kali turun ‘Janganlah kalian meminum khomr’ niscaya mereka akan mengatakan, ‘Kami tidak akan meninggalkan khomr selamanya.’ Dan seandainya turun,’Janganlah kalian zina’ niscaya mereka akan mengatakan,’ Kami tidak akan meninggalkan zina selamanya’” (HR.Bukhari)

Jadi seorang da’i harus benar-benar arif dalam berdakwah.

“Dan berhati-hatilah atas doa orang yang terzhalimi”

Dalam penggalan hadits ini terdapat faedah bahwa seorang da’i hendaknya berakhlak yang baik, bergaul di tengah masyarakat dengan lemah lembut dan tidak menzhalimi mereka dengan bentuk apapun. Ingatlah wahai saudaraku, bahwa engkau adalah cermin masyarakatmu, engkau tidak sama seperti masyarakat lainnya, Apabila seorang da’i telah dicap jelek oleh masyarakatnya, apakah kira-kira mereka akan mendengarkan ucapannya. Sungguh, sedikit kesalahan yang dilakukan oleh seorang da’i akan lebih membekas dan menjadi pembicaraan orang, berbeda dengan lesalahan orang biasa, mereka akan menganggapnya biasa.

Akhirnya semoga Alloh menjadikan kita semua pejuang-pejuang kebenaran dan menetapkan hati kita diatasnya. Amin

Di ambil dari Majalah Al Furqan Edisi 6 Tahun IV Muharram 1426 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar