keajaiban islam

Bukti Obama Yahudi/ Zionis

Jumat, 19 Maret 2010

Menyambut Kedatangan Bayi

Blog Entry MENYAMBUT KEHADIRAN BUAH HATI Aug 27, '09 11:56 PM
for everyone


Anak adalah anugerah terindah yang diberikan Allah Ta’ala kepada setiap makhluk-Nya. Rasanya tak ada nikmat setelah iman dan islam yang lebih berharga daripada kehadiran buah hati yang lucu-lucu menghiasi kehidupan rumah tangga.

Tapi jangan lupa, anak sebenarnya amanah yang dititipkan Allah Sang Maha Pencipta untuk dijaga dan dididik sesuai dengan perintah-Nya, demi menggapai tujuan penciptaan jin dan manusia di muka bumi, yaitu menyembah Allah Ta’ala semata.

Untuk itu, penting rasanya mengetahui bagaimana tuntunan Islam dalam menyambut kehadiran buah hati di tengah sebuah keluarga. Apalagi bila itu adalah anak pertama dari sebuah pasangan yang telah bertahun-tahun menanti.

Islam menganjurkan adanya upacara perayaan penyambutan kehadiran anak. Ini termasuk bagian dari syiar agama yang mulia ini untuk selalu dilestarikan oleh para penganutnya. Paket acara dalam penyambutan itu tertuang dalam beberapa upacara sebagai berikut:







AQIQAH



Salah satu hal yang disunnahkan menyambut kelahiran anak adalah aqiqah. Secara bahasa artinya adalah pemutusan. Orang arab biasa menyebut kata ini untuk dua makna, yaitu mencukur rambut bayi dan menyembelih kurban untuknya. Dalam Islam dia menjadi syariat tersendiri, yaitu penyembelihan hewan untuk dimakan bersama dagingnya dalam rangka kelahiran seorang anak.

Yang bertanggung jawab dalam masalah aqiqah ini adalah orangtua si bayi. Hukumnya sunnah muakkad bahkan ada beberapa ulama yang menganggapnya wajib bagi yang mampu.

Disunnahkan satu ekor kambing untuk anak perempuan dan dua ekor kambing untuk satu anak laki-laki, sebagaimana hadits dari Aisyah ra yang berkata, ”Rasulullah SAW memerintahkan kami untuk berakikah dengan satu ekor kambing untuk bayi perempuan dan dua ekor untuk bayi laki-laki.” (HR. At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Jumlah kambing berdasarkan jumlah anak. Bila kembar perempuan berarti dua ekor kambing, bila kembar laki-laki berarti 4 ekor, bila kembar laki-laki dan perempuan berarti tiga ekor. (Lihat: Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, oleh Prof Dr. Wahbah Az-zuhaili, juz 4 hal. 286 program maktabah Syamilah edisi 3).

Tapi boleh pula satu kambing untuk satu ekor anak laki-laki, karena Rasulullah SAW mengakikahkan Al-Hasan dan Al-Husain (cucu beliau) masing-masing satu ekor kambing, meski masih ada masalah dalam riwayatnya sebagaimana keterangan Syekh Al-Albani panjang lebar dalam kitab Irwa` Al-Ghalil, juz 4, hal. 379, nomor hadits, 1164.



Waktunya:

Pengakikahan anak dilakukan pada hari ketujuh dari kelahirannya berdasarkan hadits Rasulullah SAW. Hanya saja kadang ada kekeliruan dalam menentukan kapan hari ketujuh itu. Kalau si anak itu lahir hari Sabtu, maka akikahnya hari Jum’at, artinya sehari sebelum hari kelahiran.

Dalam Islam hari dimulai sejak terbenamnya matahari (waktu Maghrib) dan berlangsung selama dua puluh empat jam. Artinya, kalau bayi itu lahir setelah adzan Maghrib hari malam Jum’at berarti dia diangap lahir pada hari Jum’at. Maka, akikahnya dilaksanakan pada hari Kamis. Pelaksanaannya boleh pada malam Kamis, boleh pula siangnya (24 jam), tapi tidak boleh lagi pada malam Jum’at, karena sudah memasuki hari kedelapan.

Bila ada halangan baik teknis maupun non teknis untuk melaksanakannya pada hari ketujuh maka hendaklah pada hari ke empat belas. Bila belum bisa juga hendaklah menunggu sampai hari ke dua puluh satu. Lewat dari itu maka tidak berlaku lagi kelipatan tujuh dan bisa diakikahkan kapan saja kalau sudah sanggup.



Caranya:

Akikah dilakukan dengan menyembelih kambing. Boleh jantan boleh pula betina. Dagingnya dibagikan kepada siapa saja terutama orang miskin. Sunnahnya adalah membagikannya setelah dimasak. Boleh dengan mengantarkannya kepada para tetangga, boleh pula dengan mengundang orang makan di rumah kita layaknya pesta seprti yang bisa dilakukan masyarakat sekarang.

Andai jumlah tamu banyak dan tidak cukup hanya dengan seekor kambing maka boleh lebih dari satu atau dua ekor. Wallahu a’lam.





Pemberian Nama



Hal lain yang merupakan penyambutan terhadap bayi yang baru lahir adalah pemberian nama. Nama adalah doa, sehingga nama yang baik diharapkan sebagai doa yang selalu melekat pada diri yang punya sampai akhir hayatnya. Makanya Rasulullah SAW bersabda, ”Yang namanya Aslam (selamat) akan diselamatkan oleh Allah, yang namanya Ghifar (pengampunan) akan diampuni oleh Allah dan yang namanya ’Ushayyah (kemaksiatan) akan bermaksiat kepada Allah.” (HR. Al-Bukhari, no. 961, Muslim, no. 679).



Nama-nama yang baik:

Nabi SAW mengajarkan pemberian nama yang baik, antara lain beliau bersabda, ”Nama yang paling disukai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman.” (HR. Muslim, no. 2132).

Di antara nama yang dianjurkan adalah Muhammad atau Ahmad sebagai nama Nabi kita SAW yang tercinta. Dalam hadits dari Jabir bin Abdullah ra, Rasulullah SAW bersabda, ”Hendaklah kalian bernama seperti namaku.....” (HR. Muslim, no. 2133).

Selain itu, disunnahkan pula memberi nama sesuai dengan nama-nama Nabi, seperti Ibrahim, Musa, Isa dan lain-lain. Nabi SAW sendiri memberi nama anaknya dengan nama Ibrahim.

Khusus untuk wanita ada baiknya memberi nama yang diabadikan dalam Al-Qur`an yaiu Maryam. Ini adalah satu-satunya nama wanita yang disebutkan secara eksplisit dalam Al-Qur`an. Selain itu, bagus pula nama Asiyah, Fathimah, Khadijah dan Aisyah karena mereka adalah para wanita yang disebutkan keutamaannya dalam hadits. Dalam sebuah hadits dari Abu Musa Al-Asy’ari, Rasulullah SAW bersabda, ”Tak ada wanita yang sempurna melainkan Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun dan Maryam binti Imran. Keutamaan Aisyah (istri beliau SAW -pen) dibanding wanita-wanita lain adalah bagaikana keutamaan Tsarid (roti kualitas istimewa kala itu – pen) dibanding makanan lain.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).

Dalam hadits lain dari Ibnu Abbas, Rasulullah SAW bersabda, ”Sesungguhnya para wanita yang paling utama dari kalangan penghuni surga adalah Khadijah binti Khuwailid, Fathimah binti Muhammad, Asiyah binti Muzahim istri Fir’aun dan Maryam binti Imran, semoga Allah meridhai mereka semua.” (HR. Ahmad dalam musnadnya, no. 2536).

Diantara nama-nama yang baik adalah nama para tokoh muslim dan para pahlawan agama yang terkenal kebaikannya. Misalnya, nama-nama para sahabat Nabi SAW, para istri beliau, para tabi’in dan para ulama yang terkenal berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan sunnah di akhir hayatnya.

Adapun nama-nama malaikat, maka ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Sebagian ada yang menganggapnya sunnah, ada pula yang menganggapnya mubah, bahkan ada yang menganggapnya makruh. Syekh Al-Utsaimin menganggapnya makruh tanpa menjelaskan alasan yang kuat.



Nama-nama yang buruk:

Dalam beberapa hadits Rasulullah SAW melarang penamaan dengan nama yang menunjukkan sesuatu yang sangat optimis tapi memalukan bila tak terjangkau. Dari Samurah bin Jundab ra, Rasulullah SAW bersabda, ”Jangan memberi nama anakmu Yasar (gampang menyelesaikan urusan), Rabah (selalu untung), Najah (selalu berhasil) dan Aflah (paling beruntung). Sebab, bila nanti dia ditanya apakah itu benar terjadi (nama sesuai dengan nasib)? Akan dijawab, “tidak”.” (HR. Muslim).

Maksud hadits ini bila ternyata nama tidak sesuai dengan orang dikhawatirkan akan menjadi ejekan. Wallahu a’alam.

Hendaklah dihindari pemberian nama anak dengan nama-nama yang diagungkan orang-orang kafir, apalagi nama berhala atau dewa. Misalnya, Krisna, Brahma, Wisnu, Dewa, Dewi, Sri, dan lain sebagainya. Akan lebih baik buruk lagi memberi nama anak Sun go Kong atau Hanuman, karena selain berhala juga orangnya buruk rupa.

Juga dilarang memberi nama yang mengingatkan tokoh yang terkenal dengan kemaksiatan, misalnya nama artis, politisi dan lain-lain yang dari segi makna tidak baik juga mengningatkan ketokohan orang-orang yang durhaka kepada Allah.

Dibenci pula memberi nama dengan nama khas orang kafir, misalnya Theresa guna mengenang Bunda Theresa. Sebab, meskipun dia orang yang terkenal baik, tapi tetap sebagai tokoh agama selain Islam yang tidak boleh dijadikan contoh dalam agama ini. Atau nama Mahatma Gandhi yang alasannya sama dengan nama Theresa di atas.

Selain itu tak boleh memberi nama anak dengan nama yang hanya boleh disandang oleh Allah, misalnya, Malakul Amlak atau Syahansyah yang kalau diterjemahkan adalah Rajadiraja. Juga nama Ar-Rahman, Al-Quddus, Al-Mutakabbir, Al-Jabbar dan lain sebagainya karena itu adalah nama dan sifat yang hanya bisa dimiliki oleh Allah Ta’ala.



Nama-nama yang mubah:

Diantara nama yang disunnahkan dan yang dimakruhkan ada pula nama yang diperbolehkan. Ukurannya adalah sebuah nama yang tidak mengandung dosa, atau makna seperti yang dikandung dalam nama-nama yang dimakruhkan.

Nama itu bisa berasal dari kata bahasa Arab, bisa pula bahasa setempat. Misalnya nama Budi. Nama ini netral dan tidak bermasalah bila seorang muslim memiliki nama itu.

Boleh pula nama yang merupakan ciri khas suatu daerah, misalnya nama Endang atau Asep untuk Sunda, Selamet atau Bambang untuk orang Jawa dan lain sebagainya, asalkan nama itu tidak menjadi ciri khas dari sebuah kayakinan di luar Islam.







Mencukur Rambut

Pada hari ketujuh kelahiran bayi atau masih dalam rangkaian acara aqiqah disunnahkan pula mencukur rambut bayi sampai habis lalu ditimbang, untuk kemudian dicari uang perak sesuai berat rambut tersebut untuk disedekahkah kepada fakir miskin. Ini berdasarkan hadits dari Samurah bin Jundub, Rasulullah SAW bersabda, ”Setiap anak akan tertahan dengan akikahnya, hendaklah disembelihkan (kambing) untuknya pada hari ketujuh (dari kelahirannya), dicukur rambutnya dan diberi nama.” (HR. Abu Daud, An-Nasa`iy, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Lalu rambut itu ditimbang dan orangtuanya bersedekah sejumlah harga perak berdasarkan timbangan rambut itu. Misalnya setelah ditimbang beratnya ada lima gram maka hendaknya bersedekah dengan uang seharga perak lima gram, dan itu cukup murah sebenarnya.

Ini berdasarkan hadits dari dari Abu Rafi’ dimana ketika Al-Husain lahir Rasulullah SAW bersabda kepada Fathimah, “Timbanglah rambut Husain lalu bersedekahlah dengan perak sesuai timbangan itu.” (HR. Ahmad).







Tahnik



Tahnik artinya mengunyahkan kurma ke mulut bayi yang baru lahir dengan cara mengerakkannya ke kanan dan ke kiri secara lembut. Ini merupakan sunnah sebagaimana tersebut dalam beberapa hadits, antara lain hadits Asma` binti Abu Bakr ra, dia menceritakan ketika mengandung Abdullah bin Az-Zubair, ”Aku mendatangi Madinah dan singgah di Quba sampai melahirkannya (Abdullah) di sana. Kemudian aku mendatangi Nabi SAW dan meletakkan bayi ini di kamar beliau. Beliau lalu minta sebutir kurma dan mengunyahnya, lantas memasukkannya ke mulut bayi ini. Sehingga jadilah air liur beliau yang pertama kali masuk ke dalam mulutnya. Berikutnya beliau mengunyahkan kurma itu di mulut sang bayi lalu mendoakannya agar mendapat berkah. Dia (Abdullah bin Zubair) adalah anak pertama yang lahir setelah turunnya agama Islam.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).





Adzan di telinga Bayi



Setelah meneliti status hadits dalam masalah ini maka hadits Abu Rafi’ yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW adzan di telinga Al-Hasan bin Ali ketika baru dilahirkan derajatnya minimal hasan. Demikian menurut Syekh Nashiruddin Al-Albani dalam kitabnya Irwa` Al-Ghalil, juz 4, hal. 393 – 394, nomor hadits, 1173. Sehingga, bisa diamalkan. Sedangkan masalah adzan di telinga kanan dan qamat di telinga kiri haditsnya dha’if dan belum bisa diamalkan.

Jadi, yang sunnah adalah adzan di telinga kanan si bayi. Wallahu a’lam.

Hikmah dari adzan di telinga bayi ini sebagaimana kata Ibnu Al-Qayyim dalam kitab Tuhfat Al-Maudud (hal. 21-22) adalah:

1. Mengajarkan si bayi akan kebesaran Tuhannya dan meneguhkan kalimat tauhid dalam jiwanya sejak dia terlahir ke dunia sebagaimana akan ditalkinkan pula kepadanya ketika dia hendak menghadap Allah nanti.

2. Sebagai pelindung dari setan (jin jahat) yang selalu mengincar anak manusia semenjak lahir.





Khitan



Khitan disyariatkan untuk laki-laki berdasarkan kesepakatan para ulama. Sedangkan untuk anak perempuan maka pendapat yang benar dia tetap sunnah asal caranya benar.

Masalah khita wanita memang masih menjadi perdebatan apakah sunnah atau tidak. Sebab, beberapa hadits yang secara spesifik menjelaskan kesunnahan khitan wanita semua sanadnya bermasalah. Tambahan lagi, kalangan medis juga belum mengambil sikap pasti terhadap kegunaan khitan wanita ini. Bahkan, kalangan medis di kalangan barat menganggapnya merugikan perempuan.

Tapi bila kita perhatikan para ulama terdahulu antara lain Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah mengutarakan bahwa salah satu hikmah dari khitan bagi wanita adalah agar libido seksualnya tidak terlalu liar sehingga jadi maniak seks.

Cara khitan bagi anak wanita berdasarkan sunnah adalah dengan mengiris tipis klitoris tapi tidak sampai memotongnya. Sebab, bila dipotong habis akan menyebabkan sang wanita tidak bisa menikmati hubungan kelamin, dan inilah yang ditentang oleh kebanyakan orang.

Sedangkan bila pelaksanaan khitan itu benar, maka tidak ada masalah. Kebanyakan wanita muslimah di Indonesia dikhitan oleh bidan atau dokter ketika mereka lahir. Dan, tidak ada pengaruh signifikan dalam libido seksual mereka yang tetap bisa menikmati hubungan seksual bahkan pada sampai orgasme klitroal. Bahkan, para wanita yang telah dikhitan dengan cara yang benar tetap bisa melakukan masturbasi sampai orgasme meski perbuatan ini dilarang dalam Islam.

Jadi, tuduhan bahwa khitan wanita merugikan kaum perempuan tidaklah benar. Meski saat ini dunia medis belum menemukan keuntungan terukur dari khitan wanita, itu tidaklah menjadi halangan bagi kaum muslimin untuk melaksanakan sunnah Nabi mereka.

Satu hal yang pasti para wanita yang tidak dikhitan kebanyakan memiliki nafsu seksual yang terlalu tinggi. Tak bisa terpuaskan oleh satu pria dan itu jela berbahaya bagi kehidupan umat Islam. Berbeda dengan kehidupan orang barat dimana hubungan seksual disamakan dengan makanan, boleh didapatkan dimana saja. Na’udzu billah min dzalik!!





Anshari Taslim

28 Agustus 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar